[KBR|Warita Desa] Jakarta | Pandemi Coronavirus Disease-2019 (Covid-19) membuat berbagai sektor bisnis mengalami kerugian besar, seperti pariwisata, penerbangan, perhotelan, dan sebagainya.
Tapi, ada pula beberapa usaha yang justru makin laris akibat wabah global ini, salah satunya e-commerce atau perdagangan daring.
Hal itu diakui Amazon, perusahaan e-commerce Amerika Serikat (AS) yang juga memiliki cabang bisnis di negara-negara Uni Eropa.
"Kami melihat ada peningkatan permintaan yang signifikan," kata Dave Clark, Senior Vice President of Worldwide Operations Amazon di situsnya, Senin (16/3/2020).
Akibat tingginya permintaan itu, Amazon sampai memerlukan seratus ribu pekerja baru.
"Kami membuka 100.000 lowongan untuk pekerja penuh dan paruh waktu bagian gudang dan pengiriman di AS, untuk menangani lonjakan pesanan dari orang-orang yang mengandalkan layanan Amazon," lanjutnya.
"Kami tahu banyak orang yang terkena dampak ekonomi (Covid-19) seperti pekerja di bidang restoran dan pariwisata. Kami menyambut mereka di tim kami sampai semuanya kembali normal, dan perusahaan asal mereka bisa mempekerjakan mereka lagi," kata Dave.
Selain membuka 100.000 lowongan, Amazon juga menyatakan bakal menaikkan gaji per jam untuk pekerja-pekerjanya yang tersebar di AS, Inggris, dan negara-negara Uni Eropa.
Fenomena Serupa Juga Terjadi di Cina
Bukan hanya di AS, fenomena pertumbuhan e-commerce di tengah wabah Covid-19 juga terjadi di Cina.
Hal itu dilaporkan Martin Reeves, pimpinan lembaga konsultan bisnis Boston Consulting Group (BCG) Henderson Institute.
"Lebih dari 40 restoran, hotel, dan bioskop (Cina) membebastugaskan sebagian besar karyawannya (di tengah wabah Covid-19), dan menempatkan mereka ke perusahaan ritel seperti milik Alibaba, yang butuh banyak kurir seiring meningkatnya penjualan online," jelas Martin di portal Harvard Business Review (10/3/2020).
Martin juga menuturkan, di tengah wabah tersebut ada sebuah perusahaan kosmetik Cina yang mampu meningkatkan penjualannya di Kota Wuhan hingga 200 persen dengan mengandalkan sistem online.
"Perusahaan (kosmetik) mempekerjakan sekitar 100 pakar kecantikan untuk menjadi influencer online dan memfokuskan penjualan lewat saluran digital seperti WeChat," kata Martin.
Oleh : Adi Ahdiat
Editor: Rony Sitanggang